Antara Mbah Moen dan Gus Dur memang terbentang sejarah persahabatan yang panjang.
IKATANUBLOG-Alissa Wahid tak bisa lupa dengan hadiah-hadiah yang sering diberikan kepadanya oleh Kiai Haji Maimun Zubair. Mulai serban, kerudung, hingga uang dalam amplop kecil. Belum lagi hadiah imateriil yang juga banyak diberikan Mbah Moen--sapaan akrabnya--saat masih hidup. “Dalam derai air mata, saya mensyukuri semua hadiah Mbah Moen. Terima kasih atas kasih sayang Mbah kepada saya...,” ungkap Alissa mengenang Mbah Moen, ulama karismatik yang wafat pada Selasa, 6 Agustus 2019, di Mekah, Arab Saudi, saat sedang menunaikan ibadah haji.
Putri Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu, lewat akun Twitternya, @AlissaWahid, juga bercerita Mbah Moen adalah sosok yang sangat menghormati Gus Dur. Sejak Gus Dur mangkat pada 2009, tidak sekali pun pendiri Pondok Pesantren Al-Anwar di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, itu melewatkan acara peringatan wafat (haul) Gus Dur di makam Gus Dur di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, kecuali badannya sedang tidak sehat. “Kata Bu Nyai Maimun, 'Lha alhamdulillah kok yo pas wayahe (saatnya) haul. Hanya beberapa kali saja pas gerah (sakit),'” lanjut Alissa. --Alissa kebetulan menjadi ketua panitianya--Mbah Moen akhirnya bisa hadir.Tidak cuma hadir, Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan tersebut juga memberikan tausiah. Tak dinyana, acara haul di Ciganjur tersebut menjadi haul Gus Dur yang terakhir untuk Mbah Moen. “Semoga Bapak dan Mbah dapat berkumpul nggih, Mbah. Pasti seru bercerita sejarah,” ungkap Alissa.

Image:muslimoderat.com
Antara Mbah Moen dan Gus Dur memang terbentang sejarah persahabatan yang panjang. Saat berceramah di acara haul Gus Dur keenam di Tebuireng, Mbah Moen mengatakan tak bisa meninggalkan keluarga besar Kiai Haji Hasyim Asy’ari, kakek Gus Dur, yang juga pendiri organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Sebabnya, kakek Mbah Moen, yaitu Kiai Ahmad Syu’aib, adalah salah satu murid Hasyim Asy’ari. “Saya hidup bisa ngaji cucuran dari mbah saya yang jadi murid Mbah Hasyim Asy’ari,” terang Mbah Moen. Kata Mbah Moen, Hasyim Asy’ari pun sempat singgah di kediaman kakeknya di Sarang, Rembang, dalam perjalanan menuju ke Semarang dari Surabaya pada 1928.
Saat itu, Hasyim Asy’ari bersama dua tokoh NU hendak menghadiri muktamar pertama. Di Sarang, ketiganya berunding. “Itu perundingan diadakan di Sarang. Dan alhamdulillah kiai tiga-tiganya itu meludahi gelas yang ada airnya, kemudian diminum oleh ibu saya, dan tidak lama melahirkan saya. Ini terus terang saja. Jadi saya ini NU-nya ndak bisa dipisahkan,” canda Mbah Moen.
Mbah Moen mengisahkan, Gus Dur juga pernah mampir ke Sarang, hal yang juga membuatnya tidak bisa berpisah dari mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu. Tidak disebutkan tahun berapa, Mbah Moen hanya bilang Gus Dur ke Sarang saat hendak menuntut ilmu ke Mesir dan Irak.
Di wilayah yang terletak di pesisir utara Jateng itu, Gus Dur minta Mbah Moen membacakan kitab Tadzkirah karya Imam Nawawi beberapa halaman. Menurut Mbah Moen, atas jasa Gus Dur-lah ia diangkat menjadi pengurus PBNU. Pengangkatan itu terjadi ketika Gus Dur menjadi Ketua PBNU pada 1990.
Sebelumnya, Mbah Moen meniti karier di NU sejak masih muda. Dikutip dari NU Online, Mbah Moen mulai berkecimpung di NU pada 1950 dengan menjadi kader Ikatan Pelajar NU (IPNU). Pada 1960, Mbah Moen masuk Gerakan Pemuda Ansor, sayap pemuda NU. Kemudian, pada 1970, Mbah Moen menjadi pengurus NU cabang. Mbah Moen sendiri bercerita pernah menjadi Rais Syuriah Pengurus Wilayah NU Jateng. Nah, saat menjadi Rais Syuriah NU Jateng itu pula, Mbah Moen pernah mendapat bantuan dari Gus Dur.
Saat itu NU Jateng sedang mengalami masalah keuangan yang tak bisa diatasi para pengurus. Akhirnya masalah keuangan itu beres setelah dibantu oleh Gus Dur. “Saya sendiri sampai yaumul kiyamah tidak bisa menghapus ingatan saya. Waktu saya jadi Rais Syuriah, NU Jateng punya sesuatu hal yang tidak bisa kita atasi dari kawan-kawan pengurus wilayah Jateng, tapi Gus Dur-lah yang bisa menyelesaikan dengan tanpa memandang itu adalah uang yang berharga,” tutur Mbah Moen. Masih menurut NU Online,
Mbah Moen merupakan salah satu anggota Ahlul Hall wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015. Hingga kini, Mbah Moen juga menyandang jabatan sebagai mustasyar atau penasihat PBNU. Jabatan itu diemban oleh Mbah Moen pada saat yang sama dia juga aktif di partai politik dengan menjadi Ketua Majelis Syariah PPP. Selain dekat secara pribadi dan keluarga, Mbah Moen beberapa kali mengagumi sosok Gus Dur. Salah satunya adalah pandangan Gus Dur tentang kemanusiaan. Bagi Gus Dur, seperti diungkapkan Mbah Moen di acara haul di Ciganjur, kemanusiaan adalah hal yang harus diutamakan dan dimuliakan. “Gus Dur istiqomah di dalam membela apa yang dituntunkan oleh Allah mengangkat derajat manusia,” begitu kata Mbah Moen.
Putri Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu, lewat akun Twitternya, @AlissaWahid, juga bercerita Mbah Moen adalah sosok yang sangat menghormati Gus Dur. Sejak Gus Dur mangkat pada 2009, tidak sekali pun pendiri Pondok Pesantren Al-Anwar di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, itu melewatkan acara peringatan wafat (haul) Gus Dur di makam Gus Dur di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, kecuali badannya sedang tidak sehat. “Kata Bu Nyai Maimun, 'Lha alhamdulillah kok yo pas wayahe (saatnya) haul. Hanya beberapa kali saja pas gerah (sakit),'” lanjut Alissa. --Alissa kebetulan menjadi ketua panitianya--Mbah Moen akhirnya bisa hadir.Tidak cuma hadir, Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan tersebut juga memberikan tausiah. Tak dinyana, acara haul di Ciganjur tersebut menjadi haul Gus Dur yang terakhir untuk Mbah Moen. “Semoga Bapak dan Mbah dapat berkumpul nggih, Mbah. Pasti seru bercerita sejarah,” ungkap Alissa.

Image:muslimoderat.com
Antara Mbah Moen dan Gus Dur memang terbentang sejarah persahabatan yang panjang. Saat berceramah di acara haul Gus Dur keenam di Tebuireng, Mbah Moen mengatakan tak bisa meninggalkan keluarga besar Kiai Haji Hasyim Asy’ari, kakek Gus Dur, yang juga pendiri organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Sebabnya, kakek Mbah Moen, yaitu Kiai Ahmad Syu’aib, adalah salah satu murid Hasyim Asy’ari. “Saya hidup bisa ngaji cucuran dari mbah saya yang jadi murid Mbah Hasyim Asy’ari,” terang Mbah Moen. Kata Mbah Moen, Hasyim Asy’ari pun sempat singgah di kediaman kakeknya di Sarang, Rembang, dalam perjalanan menuju ke Semarang dari Surabaya pada 1928.
Saat itu, Hasyim Asy’ari bersama dua tokoh NU hendak menghadiri muktamar pertama. Di Sarang, ketiganya berunding. “Itu perundingan diadakan di Sarang. Dan alhamdulillah kiai tiga-tiganya itu meludahi gelas yang ada airnya, kemudian diminum oleh ibu saya, dan tidak lama melahirkan saya. Ini terus terang saja. Jadi saya ini NU-nya ndak bisa dipisahkan,” canda Mbah Moen.
Mbah Moen mengisahkan, Gus Dur juga pernah mampir ke Sarang, hal yang juga membuatnya tidak bisa berpisah dari mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu. Tidak disebutkan tahun berapa, Mbah Moen hanya bilang Gus Dur ke Sarang saat hendak menuntut ilmu ke Mesir dan Irak.
Di wilayah yang terletak di pesisir utara Jateng itu, Gus Dur minta Mbah Moen membacakan kitab Tadzkirah karya Imam Nawawi beberapa halaman. Menurut Mbah Moen, atas jasa Gus Dur-lah ia diangkat menjadi pengurus PBNU. Pengangkatan itu terjadi ketika Gus Dur menjadi Ketua PBNU pada 1990.
Sebelumnya, Mbah Moen meniti karier di NU sejak masih muda. Dikutip dari NU Online, Mbah Moen mulai berkecimpung di NU pada 1950 dengan menjadi kader Ikatan Pelajar NU (IPNU). Pada 1960, Mbah Moen masuk Gerakan Pemuda Ansor, sayap pemuda NU. Kemudian, pada 1970, Mbah Moen menjadi pengurus NU cabang. Mbah Moen sendiri bercerita pernah menjadi Rais Syuriah Pengurus Wilayah NU Jateng. Nah, saat menjadi Rais Syuriah NU Jateng itu pula, Mbah Moen pernah mendapat bantuan dari Gus Dur.
Saat itu NU Jateng sedang mengalami masalah keuangan yang tak bisa diatasi para pengurus. Akhirnya masalah keuangan itu beres setelah dibantu oleh Gus Dur. “Saya sendiri sampai yaumul kiyamah tidak bisa menghapus ingatan saya. Waktu saya jadi Rais Syuriah, NU Jateng punya sesuatu hal yang tidak bisa kita atasi dari kawan-kawan pengurus wilayah Jateng, tapi Gus Dur-lah yang bisa menyelesaikan dengan tanpa memandang itu adalah uang yang berharga,” tutur Mbah Moen. Masih menurut NU Online,
Mbah Moen merupakan salah satu anggota Ahlul Hall wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015. Hingga kini, Mbah Moen juga menyandang jabatan sebagai mustasyar atau penasihat PBNU. Jabatan itu diemban oleh Mbah Moen pada saat yang sama dia juga aktif di partai politik dengan menjadi Ketua Majelis Syariah PPP. Selain dekat secara pribadi dan keluarga, Mbah Moen beberapa kali mengagumi sosok Gus Dur. Salah satunya adalah pandangan Gus Dur tentang kemanusiaan. Bagi Gus Dur, seperti diungkapkan Mbah Moen di acara haul di Ciganjur, kemanusiaan adalah hal yang harus diutamakan dan dimuliakan. “Gus Dur istiqomah di dalam membela apa yang dituntunkan oleh Allah mengangkat derajat manusia,” begitu kata Mbah Moen.
0 Response to "Antara Mbah Moen dan Gus Dur memang terbentang sejarah persahabatan yang panjang. "
Post a Comment
Silahkan berkomentar dan saran agar kami bisa lebih baik lagi.