Cerita Kiai Wahab meminta 200 Nahdliyin mempertahankan kemerdekaan Indoneisa.
IKATANUBLOG-Indonesia memang sudah merdeka pada 17 Agustus 1945. Saat itu, Sukarno memproklamasikan negara yang tengah mengalami kekosongan pemerintahan akibat kekalahan Jepang atas sekutu itu di Jakarta pada pukul 10.00 pagi. Hal itu harus tetap dilakukan dalam kondisi sakit.
Baru saja mengumumkan kemerdekaannya, tentara Jepang pun akan datanginya. Dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat (2000), Bapak Proklamasi yang menjelaskan, mereka yang mempercayai bahwa proklamasi tidak dapat menerima karena dalam perjanjian Jepang dengan pihak sekutu, pemerintah harus membuka sendiri untuk sekutu.
Saat itu Belanda (NICA) membonceng tentara sekutu untuk kembali menjadi tentara Indonesia. Sukarno yang baru saja dibangunkan dari pembaringannya itu menjawab proklamasi kemerdekaan telah dilakukan. Seorang tentara Jepang maju. Namun, ia melihat perbedaan wajah yang tengah dipersiapkan dengan senjata seadanya, runcing bambu, kapak, sabit, di sekeliling rumah tersebut. KH Saifuddin Zuhri dalam perjalanan dari Pesantren (1985) mencatat, pada mulanya pemerintah Jepang menyetujui tanggal 19 Agustus 1945 sebagai hari sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Namun, manusia hanya merencanakan, Allah SWT yang memutuskan. Mengutipkan Kiai Ahmad Syatibi di Gedung Waqfiyah NU Sokaraja, Kiai Saifuddin mengungkapkan semua yang dipahami manusia tidak bisa mengoyak takdir Ilahi. Rencana tanggal 19 Agustus 1945 itu sudah kedahuluan takdir Allah.
Jepang bertekuk lutut pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 melalui pernyataan resmi Kaisarnya. Kemudian, Sekutu pun mengumumkan kemenangannya. Namun, Indonesia pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Kiai Saifuddin memutuskan sebagai wa yaumaidzin yafrohul mukminun, "Pada hari itu, orang-orang Mukmin bersuka cita." Ketidaksetujuan sekutu akan proklamasi itu dibuktikan dengan partisipasinya kembali ke tanah yang pernah ia kuasai percakapan tahun.
Mereka kembali akan mengerahkan upayanya untuk merebut tanah jajahannya. Belanda dan Inggris pada tanggal 24 Agustus 1945 membuat perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Urusan Sipil untuk kembali berkuasa. Pada tanggal 10 September 1945, Jepang mengumumkan penyerahan pemerintahan kepada Sekutu. Tentu saja, hal yang patut dipertimbangkan pemerintah Indonesia tidak ada. Sejak tanggal 16 September 1945, serombongan orang Belanda di bawah pimpinan Van Der Plas, bekas Gubernur Hindia Belanda di Surabaya, ikut bergabung dengan kapal perang Inggris 'Cumberland' yang dipimpin oleh Laksamana Muda WR Patterson mewakili Laksamana Lord Luis Mountbatten, Panglima Sekutu di Asia Tenggara .
Para kiai yang mengetahui peristiwa demikian akan terjadi tentu tidak tinggal diam. Mereka langsung membuat gerakan. KH Saifuddin Zuhri sendirilah yang menggelar rapat Konsul NU daerah Kedu di kediaman mertuanya yang juga terletak di Purworejo pada akhir bulan September 1945. Ia menggelar kegiatan tersebut atas perintah dari KH Abdul Wahab Chasbullah saat menerima penggemblengan di Jombang sejak tanggal 9 Agustus 1945 hingga lepas merdeka.

Image:nuonline.
Saat itu, Kiai Wahab datang bersama-sama, Muhammad Wahib, dan langsung menaiki podium guna mengucapkan pidato. Kiai Wahab meminta 200 Nahdliyin yang mengikuti pelatihan tersebut agar lekas kembali ke daerah masing-masing guna mempertahankan kemerdekaan Indoneisa. “Saya instruksikan saudara-saudara segera pulang ke daerah-daerah untuk mempersiapkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Allahu Akbar wa lillahil hamdu! ”
Saat itu, Kiai Wahab meneriakkan takbir yang diberitakan Kemerdekaan Indonesia. Menggemalah takbir berulang-ulang dalam acara itu. Ia juga menyebut kebebasan itu betul-betul sebagai pertolongan Allah SWT. " Bi nashrillahi yanshuru man yasyaa 'wa huwal Azizur Rahim , dengan pertolongan Allah, Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya, Allah Maha Perkasa lagi Maha Penyayang," katanya.
Pelatihan yang diisi dengan berbagai penguatan spiritual yang dipimpin langsung oleh Kiai Wahab. Ia memberikan ijazah doa Hizbur Rifai dan Shalawat Kamilah dengan segala cara dan tatakramanya. Kedua wirid itu dipilih karena mempertimbangkan sangat tepat di tengah-tengah diskusi yang berkecamuk mengingat saat ini para peserta juga membahas akan terjadi perjuangan yang hebat. Karenanya, bekal kekuatan lahir dan batin harus betul-betul disiapkan pada kegiatan tersebut. Selain Kiai Wahab, kegiatan itu juga dipenuhi oleh Hadhratussyekh KH Hasyim Asy'ari, KH Bisri Syansuri, KH Sahal Mansur, KH M. Dahlan, KH Thohir Bakri, KH Ahmad Munif Bangkalan, KH Abdul Jalil Kudus, dan lain-lain.
Saat itu Belanda (NICA) membonceng tentara sekutu untuk kembali menjadi tentara Indonesia. Sukarno yang baru saja dibangunkan dari pembaringannya itu menjawab proklamasi kemerdekaan telah dilakukan. Seorang tentara Jepang maju. Namun, ia melihat perbedaan wajah yang tengah dipersiapkan dengan senjata seadanya, runcing bambu, kapak, sabit, di sekeliling rumah tersebut. KH Saifuddin Zuhri dalam perjalanan dari Pesantren (1985) mencatat, pada mulanya pemerintah Jepang menyetujui tanggal 19 Agustus 1945 sebagai hari sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Namun, manusia hanya merencanakan, Allah SWT yang memutuskan. Mengutipkan Kiai Ahmad Syatibi di Gedung Waqfiyah NU Sokaraja, Kiai Saifuddin mengungkapkan semua yang dipahami manusia tidak bisa mengoyak takdir Ilahi. Rencana tanggal 19 Agustus 1945 itu sudah kedahuluan takdir Allah.
Jepang bertekuk lutut pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 melalui pernyataan resmi Kaisarnya. Kemudian, Sekutu pun mengumumkan kemenangannya. Namun, Indonesia pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Kiai Saifuddin memutuskan sebagai wa yaumaidzin yafrohul mukminun, "Pada hari itu, orang-orang Mukmin bersuka cita." Ketidaksetujuan sekutu akan proklamasi itu dibuktikan dengan partisipasinya kembali ke tanah yang pernah ia kuasai percakapan tahun.
Mereka kembali akan mengerahkan upayanya untuk merebut tanah jajahannya. Belanda dan Inggris pada tanggal 24 Agustus 1945 membuat perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Urusan Sipil untuk kembali berkuasa. Pada tanggal 10 September 1945, Jepang mengumumkan penyerahan pemerintahan kepada Sekutu. Tentu saja, hal yang patut dipertimbangkan pemerintah Indonesia tidak ada. Sejak tanggal 16 September 1945, serombongan orang Belanda di bawah pimpinan Van Der Plas, bekas Gubernur Hindia Belanda di Surabaya, ikut bergabung dengan kapal perang Inggris 'Cumberland' yang dipimpin oleh Laksamana Muda WR Patterson mewakili Laksamana Lord Luis Mountbatten, Panglima Sekutu di Asia Tenggara .
Para kiai yang mengetahui peristiwa demikian akan terjadi tentu tidak tinggal diam. Mereka langsung membuat gerakan. KH Saifuddin Zuhri sendirilah yang menggelar rapat Konsul NU daerah Kedu di kediaman mertuanya yang juga terletak di Purworejo pada akhir bulan September 1945. Ia menggelar kegiatan tersebut atas perintah dari KH Abdul Wahab Chasbullah saat menerima penggemblengan di Jombang sejak tanggal 9 Agustus 1945 hingga lepas merdeka.

Image:nuonline.
Saat itu, Kiai Wahab datang bersama-sama, Muhammad Wahib, dan langsung menaiki podium guna mengucapkan pidato. Kiai Wahab meminta 200 Nahdliyin yang mengikuti pelatihan tersebut agar lekas kembali ke daerah masing-masing guna mempertahankan kemerdekaan Indoneisa. “Saya instruksikan saudara-saudara segera pulang ke daerah-daerah untuk mempersiapkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Allahu Akbar wa lillahil hamdu! ”
Saat itu, Kiai Wahab meneriakkan takbir yang diberitakan Kemerdekaan Indonesia. Menggemalah takbir berulang-ulang dalam acara itu. Ia juga menyebut kebebasan itu betul-betul sebagai pertolongan Allah SWT. " Bi nashrillahi yanshuru man yasyaa 'wa huwal Azizur Rahim , dengan pertolongan Allah, Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya, Allah Maha Perkasa lagi Maha Penyayang," katanya.
Pelatihan yang diisi dengan berbagai penguatan spiritual yang dipimpin langsung oleh Kiai Wahab. Ia memberikan ijazah doa Hizbur Rifai dan Shalawat Kamilah dengan segala cara dan tatakramanya. Kedua wirid itu dipilih karena mempertimbangkan sangat tepat di tengah-tengah diskusi yang berkecamuk mengingat saat ini para peserta juga membahas akan terjadi perjuangan yang hebat. Karenanya, bekal kekuatan lahir dan batin harus betul-betul disiapkan pada kegiatan tersebut. Selain Kiai Wahab, kegiatan itu juga dipenuhi oleh Hadhratussyekh KH Hasyim Asy'ari, KH Bisri Syansuri, KH Sahal Mansur, KH M. Dahlan, KH Thohir Bakri, KH Ahmad Munif Bangkalan, KH Abdul Jalil Kudus, dan lain-lain.
Thanks for share, artikelnya menarik sukses selalu..
ReplyDeleteKunjungi juga http://bit.ly/2X6vXgs